Minggu, 29 Maret 2009

AL QURAN DAN ILMU PENGETAHUAN

By Agus Wahyudi

Chromosome

Banyak ilmuwan yang hebat yang telah membuktikan kebenaran Al-Quran melalui upaya menghubungkan keterkataitannya dengan ilmu pengetahuan. Ilmuwan-Ilmuwan tersebut seperti Gallileo (Bumi itu Bulat), Newton (Physics) dan Einstein (Relativitas).
Sebagai tambahan, ada pula Ilmuwan yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Alquran, dan rancang struktur tubuh manusia. Ilmuwan tersebut adalah Dr. Ahmad Khan. Dia adalah lulusan Summa Cumlaude dari Duke University. Walaupun ia ilmuwan muda yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan untuk penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi, kertas-kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci yang sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari ilmuwan dan pecinta kitab suci. Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang dibangun dari kodon DNA.
Ayat pertama yang mendorong penelitiannya adalah Surat Fushsilat yang juga dikuatkan dengan hasil-hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari Kanada. Penemuannya tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat Jumat membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu biologi, dimana ayat tersebut menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat tanda-tanda (ayatinaa) secara jelas sebagai bukti kebesaran Allah. Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahma d Khan adalah kata "ayatinaa" yang memiliki makna "Ayat Allah", dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-tanda kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia. Menurut Ahmad Khan ayat-ayat Allah AWT ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia. Selanjutnya ia beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran merupakan bagian dari gen manusia.
Dalam dunia biologi dan genetika dikenal banyaknya DNA yang hadir tanpa memproduksi protein sama sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk DNA atau DNA sampah. Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh sekali dari makna sampah. Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut merupakan untaian firman-firman Allah SWT sebagai pencipta serta sebagai tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Sebagaimana disindir oleh Allah SWT “apakah kalian tidak mau bertafakur atau menggunakan akal pikiran?”.
Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang ahli dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan proyek dari pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk meneliti gen kecerdasan pada manusia. Dengan kerja kerasnya Ahmad Khan berupaya untuk menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari rantai Kodon pada cromosome manusia. Sampai kombinasi tersebut menghasilkan ayat-ayat Alquran.
Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun 1999 pukul 2 pagi, ia menemukan ayat yang pertama :
Anehnya setelah penemuan ayat pertama tersebut ayat lain muncul satu persatu secara cepat. Sampai sekarang ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.
Dalam wawancara yang dikutip "Ummi" edisi 6/X/99, Ahmad Khan menyatakan "Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya mempertaruhkan karier saya untuk ini. Saya membicarakan penemuan saya dengan dua rekan saya, Clive dan Martin seorang ahli genetika yang selama ini sinis terhadap Islam. Saya menyurati dua ilmuwan lain yang selama ini selalu alergi terhadap Islam yaitu Dan Larhammar dari Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari Universitas Berlin.”
Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa lembar kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada cromosome manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida akan menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi firman Allah yang sangat mengagumkan.
Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan "Semoga penerbitan buku saya "Alquran dan Genetik", semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga non-muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama.” Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan. Penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah untuk memfasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan finansial.

Syaraf

Terbukanya tabir hati ahli Farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari Amerika.
Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisaa’ yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.
Dalam surat An-Nisaa’ tersebut antara lain Allah SWT akan menyiksa orang-orang kafir dengan jalan membakarnya. Namun, saat kulit mereka telah hangus, maka Allah akan menggantinya.
Mengapa Allah SWT mengganti kulit orang-orang kafir yang telah hangus saat dibakar?
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu;
1. Epidermis
2. Dermis
3. Sub Cutis
Pada lapisan Sub Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus subcutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi. Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah SWT tersebut.
Mahabesar Allah SWT yang telah menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb.

Pembuktian kelautan

Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada Al-Quran yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini. Prof. Jackues Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul di televisi pada acara Discovery, ketika sedang menyelam menemukan beberapa mata air tawar di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut berbeda kadar kimia, warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan air laut yang lainnya. Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan penelitian dan mencari jawaban misteri tersebut.
Sampai suatu hari bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia menjelaskan tentang ayat Alquran Surat Ar-Rahman dan surat Al-Furqon. Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi pada muara sungai ternyata tidak ditemukan mutiara. Terpesonalah Mr. Costeau sampai ia masuk Islam.
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa ayat suci Al-Quran mampu menjelaskan fenomena Cromosome, Anatomi, Oceanografi, Keperawatan dan antariksa (baca "Jurnal Keperawatan Unpad" edisi 4, hal 64-70). Sebenarnya masih banyak ayat- ayat Al-Quran yang menerangkan fenomena evolution and genetic seperti QS As-Sajdah 4, QS al-A'raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena keterbatasan ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah hendaknya kita berharap dan hanya Allah SWT lah yang Maha luas dan Maha tinggi ilmunya. Wallahu a'lam

Sumber : Ardy Alumni Stiemara Manajemen Keuangan Angkatan 1994

Sabtu, 28 Maret 2009

Jagalah Mata, Jagalah Hati

By Agus Wahyudi

Mata adalah penuntun, dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang muncul dari dalam hati, maka dia memerlukan mata sebagai penuntunnya. Untuk melihat, mengamati, dan kemudian otak ikut bekerja untuk mengambil keputusan.
    Bila seseorang memiliki niat untuk melakukan amal yang baik, maka mata menuntunnya kearah yang baik pula. Dan bila seseorang berniat melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, maka mata akan menuntunnya kearah yang tidak baik pula.
Sebaliknya bisa pula terjadi, ketika mata melihat sesuatu yang menarik, lalu melahirkan niatan untuk memperoleh kenikmatan dari hal yang dilihatnya, maka hati akan mendorong mata untuk menjelajah lebih jauh lagi, agar dia memperoleh kepuasan dalam memandangnya. Sehingga Allah SWT memberikan kepada kita semua rambu-rambu yang sangat antisipatif, yaitu perintah untuk menundukkan pandangan. Dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 30-31 Allah SWT berfirman: 
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "
(QS. An Nuur: 30-31).
    Demikianlah hal yang terjadi, sehingga ketika manusia terpuruk dalam kesesatan, maka terjadilah dialog antara mata dan hati, seperti yang dituturkan oleh seorang ulama besar Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam bukunya "Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu".
Hati berkata kepada Mata: “Kaulah yang telah menyeretku kepada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari kesembuhan dari kebun yang tidak sehat, kau salahi firman Allah, "Hendaklah mereka menahan pandangannya" (An-Nur 30), dan kau salahi sabda Rasulullah SAW yang artinya, "Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah Iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya, yang akan didapati kelezatannya di dalam hatinya". (H.R. Ahmad)”.
Kemudian mata menjawab dan menyanggah perkataan hati. Mata berkata: “Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan penuntun yang menunjukkan jalan kepadamu. Engkau adalah raja yang ditaati. Sedangkan kami hanyalah rakyat dan pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke atas kuda yang binal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk menutup pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti perintah itu. Jika engkau memaksakan diri untuk menggembala di kebun yang dipagari dan engkau mengirimku untuk berburu di tempat yang dipasangi jebakan, tentu engkau akan menjadi tawanan yang sebelumnya engkau adalah seorang pemimpin, engkau menjadi budak yang sebelumnya engkau adalah tuan. Yang demikian itu karena pemimpin manusia dan hakim yang paling adil, Rasulullah Saw, telah membuat keputusan bagiku atas dirimu, dengan bersabda:  
"Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati." (H.R. Bukhori Muslim).
Abu Hurairah Ra. Berkata, "Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya. Jika raja buruk, buruk pula pasukannya". Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya para pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu (wahai hati), dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki cinta kepada Allah, tidak menyukai dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, ‘asma dan sifat-sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya. Engkau berganti mencintai selain-Nya.”
Demikianlah, mata dan hati, sepasang sekutu yang sangat serasi. Bila mata digunakan dengan baik, dan hati dikendalikan dengan keimanan kepada Allah SWT, maka kerusakan dan kemungkaran dimuka bumi ini tak akan terjadi. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka kerusakan dan bala bencanalah yang senantiasa menyapa kita.
Tentang menahan pandangan mata, Imam Ibn al-Qoyyim mengatakan dalam kitabnya, al-Jawab al Kafi hal. 129: “Pandangan mata adalah duta syahwat. Menjaga pandangan adalah pangkal penjagaan farj (kemaluan). Barang siapa melepas bebas pandangan matanya, berarti telah mengiring dirinya menuju lubang-lubang kehancuran.
Nabi saw bersabda:
“Wahai Ali, janganlah engkau turutkan kilasan pandangan (pertama) dengan pandangan (berikutnya). Tidak mengapa untukmu kilasan awal pandangan.”
Maksud ‘kilasan’ awal pandangan adalah kilasan pandangan spontanitas yang terjadi tanpa kesengajaan” Imam Ibn Qoyyim mengatakan didalam musnad al-imam ahmad ibn hambal, tertera hadist dari Rasulullah saw:
“Pandangan mata itu laksana anak panah yang beracun dari anak panah-anak panah iblis”
    Selanjutnya beliau (Imam Ibn Qoyyim) mengatakan: “Pandangan mata adalah pangkal segala bencana yang menimpa manusia, karena pandangan itu melahirkan detikan hati; detikan hati melahirkan pikiran melayang; pikiran melayang melahirkan nafsu birahi; nafsu birahi melahirkan hasrat; hasrat itu kemudian menguat sampai menjadi  tekad yang kuat. Karenanya, tidak boleh tidak, akan  terjadilah perbuatan, selagi tidak ada sesuatu hal yang menghalangi”. Oleh sebab itu, ada pujangga yang mengatakan: “Bersabar menahan pandangan mata adalah lebih mudah daripada bersabar terhadap pedihnya derita setelah pandangan itu”.
    Karena itu sudah sewajarnya kita menahan pandangan mata dari memandang lelaki atau memandang wanita. Hendaklah kita tidak melihat gambar-gambar yang yang merangsang, yang dipancang di sebagian majalah atau digelar di layar televisi maupun video. Dengan itu, niscaya kita selamat dari dampak buruk. Berapa  banyak kilasan pandangan mata yang menyeret seseorang menuju penyesalan dan kegelisaan yang tak berujung. Gejolak api yang membara terjadi akibat percikan api yang dipandang kecil.
    Oleh karena itu, sepatutnyalah kita sebagai manusia yang lemah selalu berdo’a dan memohon kepada Allah swt agar Ia selalu membimbing hati-hati kita, dan agar kita mampu membimbing hati-hati kita kejalan yang Ia ridhoi. Dan semoga kita mampu membawa dan menjaga amanah nikmat memandang, sehingga kita tidak menyalahi anugrah terbesar ini untuk melihat hal-hal yang tidak Ia ridhoi.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan hati kami dengan keimanan kepada-Mu, mengutamakan cinta kepada-Mu, dan tidak pernah berpaling dari-Mu.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan mata/ pandangan kami kearah yang Engkau ridhoi. Jauhkan kami dengannya menuju penglihatan dari pandangan-pandangan yang Engkau haramkan sehingga menyebabkan kami terjerumus kejurang maksiat.. 
Allaahumma ‘aafina fii badaninai, Allaahumma ‘aafina fii sam’ina, Allahumma ‘aafina fii qolbinaa, Allaahumma ‘aafina fii bashorina. Aamiin.

 

Sumber : Ustadz Nur Rahim Yunus, LC

Jumat, 27 Maret 2009

Raktualisasi Amar Ma'ruf Nahi Munkar

By Agus Wahyudi

Pandangan orang tentang arti hidup selalu berbeda. Pertanyaan seperti; untuk apa hidup
bagi manusia, selalu berbeda jawabannya. Bagi umat Islam, hidup bukanlah sekedar untuk
hidup. Hidup (di dunia) bukanlah tujuan. Kehidupan manusia merupakan proses dan tahapan
yang akan berakhir di dunia dengan datangnya kematian. Sebagai proses, kita menyadari
bahwa; hidup tentu memerlukan berbagai sarana. Sarana yang paling mendasar secara fisik
adalah aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Perbedaan hidup manusia dengan hidup yang
dialami oleh makhluk lain, hanyalah terletak pada nilai dan makna. Sedangkan nilai dan
makna hidup manusia ditentukan oleh aspek spiritual yang dibarengi sikap taawaun ala
birri wannhayu anil mungkar. Hal ini tersirat dalam firman Allah Ta’alaa yang berbicara
tentang “etos kerja” Qur’an Surat; Al Jumu’ah ayat 9 :

فإذاقضيت الصلاة فانتشروا فىالارض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلّكم تفلحون .
(الجمعة : 9)

Artinya : “Maka, apabila telah ditunaikan sembahyang, bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung.”

Esensi makna yang terkandung di dalam ayat di atas, tersirat adanya kecenderungan pada
titik tekan ikhtiyar, usaha dan bekerja yang sama sekali tidak mengesampingkan
aspek-aspek spiritual sebagai pengendalian “nilai dan makna hidup”, bagi manusia.

Model pembangunan yang hanya memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi hanya akan memisahkan
atau mengasingkan aspek spiritual tadi. Alienasi antara keduanya akan tercermin pada
pemisahan agama yang tidak menyatu dengan aktifitas pelembagaan ekonomi. Keadaan seperti
ini akan mendorong pada disintegrasi tata nilai dan norma antara aspek spritual dan
ekonomi. Ini berarti bahwa; ekonomi merupakan sistem nilai tersendiri dan aspek
spiritual juga punya tata nilai sendiri. Akibatnya, gerakan ekonomi berjalan secara
diametral/terpisah dengan sistem nilai spiritual. Pada gilirannnya gerakan ekonomi
berjalan bebas tanpa spiritualitas dan meluncurkan sikap kompetitif yang bila tidak
dikontrol oleh apek spiritual (nilai-nilai rohania, moralitas dan kejiwaan) akan
cenderung ke arah pembentukan faham individualisme, materialisme dan konsumerismenya
yang pada akhirnya tercipta budaya “Hedonisme” yaitu ‘pandangan hidup yang menganggap
bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup.’ Dan yang jelas
faham dan budaya semacam ini bertentangan keras dengan “Etika berekonomi” dan moralitas
dalam Islam.

Disinilah pentingnya media dakwah yang partisipatif yang secara interaktif dapat
mengintegrasikan kembali nilai spiritual dan aspek ekonomi sebagai tumpuan hidup. Dalam
kaitan ini, Allah SWT mendorong adanya interaksi dari sekelompok umat Islam untuk
memasarkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar: mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 104 :

ولتكــم منكــم امّة يدعــون الى الخير ويأمرون بالمعـروف وينهون عن المنكر. وأولئك هم
المفلحون . (ال عمران : 104)


Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”

Dan dalam kerangka operasional pelaksanaannya, harus menggunakan media dakwah yang
ideal, konseptual dan partisipatif, Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an :

اذع الى سبــيل ربّك بالحكــمة والموعــظة الحســـنة وجـــادلهــــم بالتى هي احسن . إنّ ربّك
هو اعلم بمن ضل عن سبيله. وهو اعلم بالمهتدين (النحل : 125)

Artinya : “Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas
dan benar) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang Maha Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan
– Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menadapat petunjuk.” (Qs. An
Nahl : 125)


Ketika dinamika kemasyarakatan mengalami perubahan yang sedemikian dahsyat, sebagai
akibat proses modernisasi yang sarat dengan dominasi ekonomi, kemajuan tekhnologi,
melubernya informasi dan tingginya tingkat mobilitas/perpindahan manusia dalam bentuk
urbanisasi misalnya, jelas akan mengubah pola dan wajah perilaku masyarakat menjadi
individualistik, materialistik dan tumbuh dan berkembangnya budaya “Hedonisme” yang
tentunya akan meruntuhkan struktur sosial yang sudah mapan.

“Kegelisahan sosial” yang diakibatkan oleh alih tehnologi material yang tidak terkontrol
menuntut adanya strategi baru dalam dakwah mengajak kepada kebaikan. Dakwah di era
tekhnologi canggih seperti ini tidak cukup hanya dengan dakwah secara verbal: dari
mimbar ke mimbar, tapi segala cara harus ditempuh agar bagaiamana pesan amar makruf nahi
mungkar ini bisa sampai ke telinga umat Islam pada khususnya. Untuk itu kecanggihan
tekhnologi ini harus dimanfaatkan secara posistif dan maksimal untuk mengontrol perilaku
umat agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama.


Konsep yang paling mendasar dalam dakwah adalah menyadarkan mansia dari;

Pertama : mamahami kembali makna dan tujuan hidup yang sebenarnya, dan yang Kedua :
menanamkan pandangan menganggap bahwa “dunia” adalah kebendaan dan kekayaan materi
“merupakan realitas yang terendah.” Namun demikian Islam tidak mengajak manusia kepada
faham fatalistik, memusuhi dunia secara total tapi menjadikan dunia bukan sebagai tujuan
hidup tapi hanya sebagai jalan untuk menggapai kehidupan abadi setelah mati. Oleh
karenanya agama Islam tidak membelah dua wilayah spiritual dan realitas sosial menjadi
dua wilayah yang berjalan sendiri-sendiri tapi saling sinergis dan melengkapi.

Allah mengingatkan kita agar tidak tertipu oleh silau dunia. Karena ini tidak akan
menghasilkan apa-apa kecuali penyesalan yang tiada guna. Al Qur’an Allah berfirman :
وماالحيوة الدّنيا إلا متع الغرور (العمران : 185)

Artinya : “Bukanlah kehidupan duniawi itu, kecuali kesenangan yang menipu

Dalam surat yang lain Allah juga memperingatkan agar tidak mempertuhankan benda sehingga
lupa bahwa dalam benda kekayaan itu ada hak bagi orang miskin.

ألهكم التكثر. حتّى زر تم المقابر


Artinya : “Berlomba untuk menumpuk kekayaan telah membuat kalian-kalian lupa (akan
hakikat hidup), sampai kalian masuk keliang kubur.” (Qs. At Takatsur : 1 dan 2(

Kata-kata “DUNYA” disebut lebih dari seratus kali dalam Al Qur’an, hampir kesemuanya
dalam konteks dikecam, minimal melecehkan orang-orang yang menganggap kenikmatan dan
prestasi duniawi sebagai kenikmatan dan prestasi yang sejati. Demikian juga kata-kata
“MAL atau AMWAL” disebutkan sekitar 78 kali dalam Al Qur’an lebih banyak memberikan
“peringatan” agar manusia tidak sampai tertipu dengan memandang kekayaan materi sebagai
tujuan, disatu sisi dan pada pihak yang lain Al-Qur’an memberikan “dorongan” agar
manusia bergegas menggunakan kekayaannya sebagai alat untuk mencari kebahagiaan sejati
di akhirat. Lalu caranya bagaimana ? Allah Azza Wa Jalla memberikan petunjuknya melalui
firmannya dalam Al Qur’an Surat As Shaff ayat 10 dan 11 :

يآايها الذّين آمنو هل أدلكم على تجارة تنجيكم من عذاب أليم. تؤمنون با لله ورسوله وتجاهدون
فى سبيل الله بأموالكم وانفســكـــم. ذلكـــم خير لكــم إن كنتــم تعلـــــــــمون.


Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ? (yaitu) kamu beriman kepada Allah,
Utusannya dan berjuanglah di jalan kebaikan dengan harta dan potensi pribadimu. Itulah
yang lebih baik bagimu, sekiranya engkau tahu.”

Mudah-mudahan kita senantiasa mendapatkan bimbingan, Taufiq serta hidayah dari Allah
SWT. Amin 3x Yaa ...... Robbal ‘Alamin !


Sumber : Ustadz Muhammad Afifuddin, Lc

Selasa, 03 Maret 2009

Mengakui Kelebihan Kelompok Lain

 

“Hai orang yang beriman, jangan kamu mengolok-olok kaum yang lain” (QS Al-Hujurat : 11)

Akhir-akhir ini dalam masyarakat muslim terdapat banyak kelompok pengajian, oleh sebab itu antar jamaah harus dibangun sikap saling menghormati jamaah yang lain. Dalam Al-Quran telah ditekankan agar sesama orang yang beriman tidak boleh saling menghina dan mengolok-olok, sebab hal itu akan menimbulkan pertengkaran. Nabi Muhammad SAW juga sangat melarang sahabat beliau mengejek kelompok lain. Sejarah mencatat bahwa dalam kalangan sahabat nabi ada beberapa kelompok, seperti  kelompok muhajirin yaitu sahabat yang berasal dari kota Mekkah berhijrah ke Madinah. Kelompok Anshar yaitu sahabat nabi penduduk Madinah yang menolong nabi Muhammad SAW, dan kelompok Bani Hashim, yaitu kelompok yang berasal dari keluarga dan keturunan yang sama dengan Rasulullah SAW.

Dalam sebuah riwayat dari Thabrani yang diceritakan Kaab bin Ajrah berkata bahwa :

Pada suatu hari kami para sahabat duduk-duduk di hadapan Rasulullah SAW di dalam masjid. Waktu itu kami terdiri dari beberapa kelompok, ada yang dari Muhajirin, Anshar dan juga ada yang dari Bani Hasyim. Para sahabat sedang bertengkar mengenai siapakah diantara kami atau golongan manakah yang lebih utama dan lebih dikasihi oleh Rasulullah.

Orang-orang Anshar berkata : Kami lebih utama di sisi Rasulullah. Kami beriman dengan beliau, mengikuti beliau dan berjuang bersama-sama dengan beliau, dan kami adalah pejuang yang selalu siap dan sedia berperang menghadapi musuh-musuh beliau. Oleh karena itu kami adalah kelompok yang paling utama dan dikasihi oleh beliau.

Sahabat-sahabat dari Muhajirin berkata : Kami telah berhijrah bersama-sama dengan Rasulullah SAW. Kami telah meninggalkan ahli keluarga kami, harta benda kami dan kami telah berada di semua tempat dimana kamu semua berada dan kami telah menyertai semua peperangan yang telah kamu ikuti. Oleh sebab itu kami adalah lebih utama di sisi Rasulullah SAW.

Kelompok Bani Hasyim berkata : Kami adalah ahli keluarga Muhammad SAW, kami telah berada di semua tempat dimana kamu semua berada, dan kami telah menyertai semua peperangan yang kamu semua ikuti, maka oleh sebab itu kami adalah kelompok yang lebih utama dan dikasihi oleh Rasulullah SAW.

Dari pernyataan tiga kelompok tersebut terlihat mereka semua merasa paling hebat dengan argumentasi masing-masing. Dan tak lama kemudian Rasulullah muncul dan berkata : “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu telah berkata mengenai sesuatu”. Sekarang kata Rasulullah aku akan memberitahumu apa pendapatku terhadap kamu semua. Nabi berkata : Sesungguhnya kamu wahai orang Anshar, kamu semua adalah saudara-saudaraku”. Maka kelompok Anshar berkata : Allah Maha Besar, demi Tuhan Ka’bah kami telah menang dari kamu semua”.

Kemudian Nabi berkata kepada kelompok Muhajirin : “Adapun kamu wahai kelompok Muhajrin, maka aku adalah dari kalangan kamu semua”. Mendengar pernyataan Rasulullah tersebut maka kelompok Muhajirin merasa gembira dan berteriak : Allah Maha Besar, demi Tuhan Ka’bah kami telah menang dari kamu semua”.

Akhirnya Rasulullah berkata kepada kelompok Bani Hasyim : “Adapun kamu semua adalah kalangan aku dan aku bertanggung jawab atas kamu”. Maka kelompok Bani Hasyim langsung berteriak : Allah Maha Besar, demi Tuhan Ka’bah kami telah menang dari kamu semua”.

Dari kisah diatas maka setiap orang harus mengakui kelebihan kelompok masing-masing, sebagaimana terlihat dari pernyataan Rasulullah, dimana Rasulullah mengakui keutamaan kelompok Anshar, beliau juga mengakui keutamaan kelompok Muhajirin dan juga kelompok Bani Hasyim. Semua kelompok mempunyai kelebihan dari kelompok yang lain, kelebihan itu yang diakui oleh Rasulullah dan juga harus diakui oleh kelompok lain walau sekecil apapun kelebihan itu. Dalam sebuah hadist Rasulullah pernah bersabda :

“ Janganlah kamu menghina suatu kebaikan walau sekecil apapun kebaikan tersebut”.

Mengapa demikian ..? sebab dengan tidak mengakui kelebihan kelompok lain, atau menghina kebaikan dari yang lain walau sekecil apapun dapat menjadi benih pertengkaran dan perpecahan.

Perasaan merasa hebat sendiri dan menghina yang lain adalah benih dari pertengkaran yang harus dihindari. dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh Thabrani disebutkan bahwa :

“Tinggalkan pertengkaran sebab dengan pertengkaran itu tidak akan ada hikmahnya dan tidak akan aman dari fitnah (bencana bagi umat)”.

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Ibnu Majah disebutkan : “Siapa meninggalkan pertengkaran dan dia dalam pihak yang benar, niscaya akan dibangunkan bagi dirinya sebuah rumah di dalam syurga yang tertinggi, dan siapa yang meninggalkan pertengkaran dan dia dalam pihak yang salah, maka juga akan didirikan baginya suatu rumah di tengah-tengah syurga”.

Dari hadist diatas dapat dilihat bahwa meninggalkan pertengkaran walaupun kita dalam pihak yang benar lebih utama dan mendapat ganjaran rumah di syurga yang tertinggi, demikian juga meninggalkan pertengkaran walaupun kita dalam pihak yang salah juga mendapat pahala, karena keutamaan meninggalkan sikap bertengkar dan merasa hebat. Oleh sebab itu Bilal bin Sa’ad berkata : “Apabila engkau melihat seseorang yang berikap keras kepala, suka bertengkar dan membanggakan pendapatnya, maka sudah sempurnalah kerugiannya”.

Dalam diri umat Islam hari ini banyak kelompok-kelompok. Adapun kelompok mazhab fikih seperti mazhab Syafi’i, Hambali, Maliki, Wahabi, Dhahiri dan lain sebagainya, juga ada kelompok organisasi sosial seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Al Washiyah dan lain sebagainya. Ada lagi kelompok partai politik seperti PPP, PBB, PKS, PBR, PKNU, PMB dan lain sebagainya. Juga ada kelompok harakah dan gerakan seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafi, Jamaah Tabligh dan lain sebagainya. Semuanya adalah kelompok orang yang beriman, bukan kelompok sesat dan setiap kelompok pasti mempunyai kelebihan dan keistimewaan dari kelompok yang lain. Oleh sebab itu yang perlu menjadi perhatian kita jangan sampai antar kelompok akan merasa hebat dari kelompok yang lain, membangga-banggakan diri dan jasa, dengan mengecilkan jasa kelompok yang lain tetapi sebaiknya setiap kelompok mengakui kelebihan kelompok yang lain.

Semoga kita dapat belajar dari akhlak Rasulullah dengan mengakui kelebihan dari setiap kelompok.

Fa’tabiru ya Ulil albab.

Sumber : M. Arifin Ismail. MA.M.Phil yang telah diedit oleh penulis.