Sabtu, 28 Maret 2009

Jagalah Mata, Jagalah Hati

By Agus Wahyudi

Mata adalah penuntun, dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang muncul dari dalam hati, maka dia memerlukan mata sebagai penuntunnya. Untuk melihat, mengamati, dan kemudian otak ikut bekerja untuk mengambil keputusan.
    Bila seseorang memiliki niat untuk melakukan amal yang baik, maka mata menuntunnya kearah yang baik pula. Dan bila seseorang berniat melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, maka mata akan menuntunnya kearah yang tidak baik pula.
Sebaliknya bisa pula terjadi, ketika mata melihat sesuatu yang menarik, lalu melahirkan niatan untuk memperoleh kenikmatan dari hal yang dilihatnya, maka hati akan mendorong mata untuk menjelajah lebih jauh lagi, agar dia memperoleh kepuasan dalam memandangnya. Sehingga Allah SWT memberikan kepada kita semua rambu-rambu yang sangat antisipatif, yaitu perintah untuk menundukkan pandangan. Dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 30-31 Allah SWT berfirman: 
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "
(QS. An Nuur: 30-31).
    Demikianlah hal yang terjadi, sehingga ketika manusia terpuruk dalam kesesatan, maka terjadilah dialog antara mata dan hati, seperti yang dituturkan oleh seorang ulama besar Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam bukunya "Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu".
Hati berkata kepada Mata: “Kaulah yang telah menyeretku kepada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari kesembuhan dari kebun yang tidak sehat, kau salahi firman Allah, "Hendaklah mereka menahan pandangannya" (An-Nur 30), dan kau salahi sabda Rasulullah SAW yang artinya, "Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah Iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya, yang akan didapati kelezatannya di dalam hatinya". (H.R. Ahmad)”.
Kemudian mata menjawab dan menyanggah perkataan hati. Mata berkata: “Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan penuntun yang menunjukkan jalan kepadamu. Engkau adalah raja yang ditaati. Sedangkan kami hanyalah rakyat dan pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke atas kuda yang binal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk menutup pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti perintah itu. Jika engkau memaksakan diri untuk menggembala di kebun yang dipagari dan engkau mengirimku untuk berburu di tempat yang dipasangi jebakan, tentu engkau akan menjadi tawanan yang sebelumnya engkau adalah seorang pemimpin, engkau menjadi budak yang sebelumnya engkau adalah tuan. Yang demikian itu karena pemimpin manusia dan hakim yang paling adil, Rasulullah Saw, telah membuat keputusan bagiku atas dirimu, dengan bersabda:  
"Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati." (H.R. Bukhori Muslim).
Abu Hurairah Ra. Berkata, "Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya. Jika raja buruk, buruk pula pasukannya". Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya para pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu (wahai hati), dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki cinta kepada Allah, tidak menyukai dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, ‘asma dan sifat-sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya. Engkau berganti mencintai selain-Nya.”
Demikianlah, mata dan hati, sepasang sekutu yang sangat serasi. Bila mata digunakan dengan baik, dan hati dikendalikan dengan keimanan kepada Allah SWT, maka kerusakan dan kemungkaran dimuka bumi ini tak akan terjadi. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka kerusakan dan bala bencanalah yang senantiasa menyapa kita.
Tentang menahan pandangan mata, Imam Ibn al-Qoyyim mengatakan dalam kitabnya, al-Jawab al Kafi hal. 129: “Pandangan mata adalah duta syahwat. Menjaga pandangan adalah pangkal penjagaan farj (kemaluan). Barang siapa melepas bebas pandangan matanya, berarti telah mengiring dirinya menuju lubang-lubang kehancuran.
Nabi saw bersabda:
“Wahai Ali, janganlah engkau turutkan kilasan pandangan (pertama) dengan pandangan (berikutnya). Tidak mengapa untukmu kilasan awal pandangan.”
Maksud ‘kilasan’ awal pandangan adalah kilasan pandangan spontanitas yang terjadi tanpa kesengajaan” Imam Ibn Qoyyim mengatakan didalam musnad al-imam ahmad ibn hambal, tertera hadist dari Rasulullah saw:
“Pandangan mata itu laksana anak panah yang beracun dari anak panah-anak panah iblis”
    Selanjutnya beliau (Imam Ibn Qoyyim) mengatakan: “Pandangan mata adalah pangkal segala bencana yang menimpa manusia, karena pandangan itu melahirkan detikan hati; detikan hati melahirkan pikiran melayang; pikiran melayang melahirkan nafsu birahi; nafsu birahi melahirkan hasrat; hasrat itu kemudian menguat sampai menjadi  tekad yang kuat. Karenanya, tidak boleh tidak, akan  terjadilah perbuatan, selagi tidak ada sesuatu hal yang menghalangi”. Oleh sebab itu, ada pujangga yang mengatakan: “Bersabar menahan pandangan mata adalah lebih mudah daripada bersabar terhadap pedihnya derita setelah pandangan itu”.
    Karena itu sudah sewajarnya kita menahan pandangan mata dari memandang lelaki atau memandang wanita. Hendaklah kita tidak melihat gambar-gambar yang yang merangsang, yang dipancang di sebagian majalah atau digelar di layar televisi maupun video. Dengan itu, niscaya kita selamat dari dampak buruk. Berapa  banyak kilasan pandangan mata yang menyeret seseorang menuju penyesalan dan kegelisaan yang tak berujung. Gejolak api yang membara terjadi akibat percikan api yang dipandang kecil.
    Oleh karena itu, sepatutnyalah kita sebagai manusia yang lemah selalu berdo’a dan memohon kepada Allah swt agar Ia selalu membimbing hati-hati kita, dan agar kita mampu membimbing hati-hati kita kejalan yang Ia ridhoi. Dan semoga kita mampu membawa dan menjaga amanah nikmat memandang, sehingga kita tidak menyalahi anugrah terbesar ini untuk melihat hal-hal yang tidak Ia ridhoi.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan hati kami dengan keimanan kepada-Mu, mengutamakan cinta kepada-Mu, dan tidak pernah berpaling dari-Mu.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan mata/ pandangan kami kearah yang Engkau ridhoi. Jauhkan kami dengannya menuju penglihatan dari pandangan-pandangan yang Engkau haramkan sehingga menyebabkan kami terjerumus kejurang maksiat.. 
Allaahumma ‘aafina fii badaninai, Allaahumma ‘aafina fii sam’ina, Allahumma ‘aafina fii qolbinaa, Allaahumma ‘aafina fii bashorina. Aamiin.

 

Sumber : Ustadz Nur Rahim Yunus, LC


Share This Article


Tidak ada komentar:

Posting Komentar