Minggu, 27 September 2009

Silaturahmi dan Networking Umat

“dan peliharalah hubungan silaturahmi” (QS. An Nisa : 1)

Dalam surat An Nisa ayat pertama, Allah SWT berfirman :

”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah, nama Tuhan yang selalu kamu pergunakan untuk saling bertanya antara satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungghnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Dalam ayat ini dapat disimpulkan, bahwa Allah menyuruh kita untuk mengadakan hubungan silaturahmi, dan dengan perintah ini maka silaturahmi merupakan kewajiban. Malahan di akhir ayat, Allah mengatakan bahwa Dia akan selalu memperhatikan dan memantau tentang hubungan silaturahmi terssebut. Jika Al Quran mewajibkan silaturahmi, maka hadist Nabi menjelaskan tentang keutamaan silaturahmi. Beberapa hadist silaturahmi diantaranya :


  • Silaturahmi sebagai tanda iman.

Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabada : ”Siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah dia menghubungkan silaturahmi, siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR Bukhari Muslim)

  • Memperpanjang umur dan menambah rezeki

Dari Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan ditambahkan rezekinya maka hendaklah dia bersilaturrahmi.” (HR. Ahmad)

Anas bin Malik juga menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Siapa yang ingin di lapangkan rezekinya dan mendapatkan kesan yang baik (setelah kematiannya) maka hendaklah dia menghubungkan silaturahmi.” (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadist lain Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diberikan kesan yang baik setelah kematiannya maka hendaklah dia bersilaturahmi. (HR. Bukhari Muslim).

Tarmidzi juga meriwayatkan dengan lafadz : ”Pelajarillah silsilah keturunan untuk bersilaturahmi, sebab dengan silaturahmi memperbanyak kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperbaiki kesan hidup setelah kematian.”

  • Silaturahmi dapat menolak bala

Sayyidina Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam pernah bersabda : ”Siapa yang ingin umur panjang dan mendapat rezeki yang luas dan menolak sesuatu yang buruk (bencana/musibah) maka hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, dan menghubungkan silaturahmi.” (riwayat Abdulah bin Imam Ahmad dalam kitab Zawaid, Bazzar dan hakim)

Dalam hadist lain, Anas bin Malik menceritakan bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Sedekah dan silaturahmi dapat menolak sesuatu yang buruk, sesuatu yang dibenci dan sesuatu yang dikhawatirkan.” (HR. Aby Yahya)

  • Silaturahmi : Membangun masyarakat

Dari Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Sesungguhnya Allah akan membangun suatu negeri, dan menambahkan harta kekayaan penduduk negeri tersebut dan tidak pernah memandang kepada mereka dengan kebencian sejak mereka diciptakan.”

Sahabat bertanya :

Bagaimana hal itu dapat terjadi ?

Rasulullah Shallallahu ’alai wasalam menjawab :

Hal itu terjadi sebab mereka selalu mengadakan silaturahmi antara sesama mereka (HR. Thabrani dengna isnad hasan dan Hakim)

Dalam hadist lain Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Siapa yang diberi Allah rasa kasih sayang maka dia akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat, dan silaturahmi, berbaik dengan tetangga dan akhlak mulia dapat membangun negeri dan memperpanjang usia.” (riwayat Ahmad)

  • Balasan yang paling cepat

Silaturahmi merupakan amalan yang mendapat balasan paling cepat sebagaimana diceritakan oleh Aisyah r.a bahwa Rasulullah Shallallahu’alai wassalam pernah bersabda : ”Kebaikan yang paling cepat balasannya adalah berbuat baik kepada orang lain dan silaturahmi dan keburukan yang paling cepat balasannya adalah berbuat buruk kepada orang lain dan memutuskan silaturahmi.” (HR. Ibnu Majah)

  • Manaikkan derajat dan kedudukan

Sahabat Nabi, Ubadah bin Samit menceritakan, Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Adakah kamu ingin aku tunjukkan sesuatu perbuatan yang mengakibatkan kamu diangkat Allah SWT beberapa derajat ..?

Sahabat Nabi tersebut menjawab :”Baik ya Rasulullah.”

Nabi Muhamamad Shallallahu ’alai wassalam kemudian bersabda : ”Berbuat baik terhadap orang yang bodoh, memaafkan kepada orang yang mendzalimi engkau, dan memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mau memberikan sesuatu kepadamu dan menghubungkan silaturahmi kepada orang yang memutuskanmu.” (HR. Bazzar dan Thabrani)

  • Memutuskan silaturahmi dapat menangguhkan penerimaan amal

Sahabat nabi, Abu Hurairah menceritakan bahwa saya mendengar Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam beersabda : ”Sesungguhnya amal manusia itu akan diperlihatkan setiap hari kamis malam jum’at, maka tidak akan diterima amalan orang yang memutuskan silaturahmi.” (HR. Ahmad).

Isteri Nabi, Siti Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Jibril datang kepadaku pada malam nisfu sya’ban dan malam itu Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka sebanyak bulu kambing dan Allah tidak melihat kepada mereka yang syirik, orang yang sedang bertengkar, orang yang memutuskan silaturahmi, orang yang sombong dengan pakaian yang panjang, orang yang durhaka kepada orang tua, dan orang yang meminum arak.” (HR. Baihaqi)

  • Memutuskan silaturahmi menghalangi masuk surga

Sahabat Nabi, Jabir bin Mat’a menceritakan bahwa dia mendengar nabi Muhammad Shallallahu ’alai wassalam bersabda : ”Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan silaturahmi.” (HR. Bukhari Muslim dan Tarmidzi)

  • Kebaikan untuk orang tua yang telah meninggal

Sahabat Nabi Abi Usaid Malik bin Rabiah as Sa’adi menceritakn bahwa sewaktu mereka duduk dalam majlis bersama Rasulullah Shallallahu ’alai wassalam, datang seorang lelaki dari Bani Salmah, berkata :Ya Rasulullah, apakah ada kebaikan yang dapat saya lakukan sebagai kebaikan kepada orang tua yang telah meninggal dunia...?

Rasulullah Shallallahu ’alai wassalm bersabda :

“Ya, kamu berdo’a untuk keduanya, meminta ampun untuk keduanya, meluluskan janjinya, menghubungkan silaturahmi dengna orang yang berkaitan dengan keduanya.” (HR. Abu daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Abi Dardah dating ke Madinah, maka datanglah Abdullah bin Umar berkata : Apakah kamu mengetahui mengapa aku menjumpaimu…?

Abi Dardah berkata : aku tidak tahu.

Abdullah bin Umar berkata : karena aku mendengar Rasulullah Shallallhu ’alai wassalam bersabda : ”Siapa yang suka berhubungan dengan orangtuanya yang sudah dalam kuburan, maka hendaklah dia menghubungkan silaturahmi dengan kawan-kawan orrangtuanya tersebut, dan sesungguhnya antara ayahku Umar dan ayahmu terdapat persaudaraan, maka aku ingin meneruskan hubungan tersebut.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya)

Dari beberapa hadist silaturahmi tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa silaturahmi merupakan amal ibadah yang paling utama, tapi sayangnya umat Islam kurang peduli dengan silaturahmi tersebut. Untuk itu amalan yang dilatih bagi umat Islam setelah berpuasa adalah silaturahmi dengan saling berkunjung\, saling memaafkan, saling mengenal pribadi, potensi dan profesi masing-masing.

Diharapkan silaturahmi di awal Syawal ini dapat merupakan modal untuk membuat jaringan sosial, jaringan ekonomi, jaringan informasi sehingga pada tahun mendatang, modal silaturahmi di bulan Syawal dapat menjadi networking antar individu, networking antar kelompok, networking antar jemaah. Sehingga dengan networking segala program umat dapat tercapai dalam membangun sebuah peradaban Islam.

Sumber : M. ARIFIN ISMAIL. MA.M.Phil

facebook Tags: Share on Facebook

Sabtu, 26 September 2009

Cinta Agama dan Pengorbanan

 

Bagi seorang muslim, agama merupakan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan di dunia akhirat. Oleh sebab itu seseorang wajib mencintai agamanya lebih daripada cintanya kepada yang lain, sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala dalam firmanNya :

“Katakanlah (hai Muhammad) : Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargammu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir akan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang fasiq.” (QS. Taubah 9 : 24)

Dari ayat diatas dapat dilihat bahwasanya jika seseorang itu lebih mencintai dirinya, lebih mencintai anak-anaknya, lebih mencintai harta kekayaannya sehingga menghalangi dia untuk membelanjakan harta terebut di jalan Allah, maka orang itu termasuk orang yang fasiq, dan mereka akan mendapat azab dari Allah SWT.


Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika umat Islam belum berani berkorban demi kepentingan agama, jika umat Islam masih lebih cinta kepada kehidupan dunia daripada mengorbankan hartanya untuk kepentingan dakwah dan perjuangan, maka umat Islam pasti tetap kalah, dan tetap dalam keadaan susah dan menderita, karena umat Islam tetap dikuasai oleh musuh-musuhnya dalam segala bidang kehidupan. ini merupakan sunatullah, hukum Allah dalam kehidupan.

Jika umat Islam masih lebih banyak menikmati kekayaan yang Allah berikan daripada memberikan harta tersebut di jalan Allah, maka umat Islam tidak akan mencapai kemenangan. Inilah yang terjadi pada hari ini, dimana orang kaya muslim lebih suka membeli saham hotel daripada membantu perjuangan mujahidin Palestina, membantu orang miskin dengna memberikan modal usaha, membantu sekolah dan perguruan tinggi, mendirikan perpustakaan dan laboratorium riset. Maka jangan diharap umat Islam akan mencapai kemenangan.

Berani berkorban dengan memberikan segala yang dimiliki untuk memperjuangkan agama Allah, untuk kepentingan umat merupakan syarat utama dalam perjuangan dan merupakan bukti keimanan kepada Allah SWT. Inilah yang dinyatakan dalam surat Al Kautsar :

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat kepada Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar : 1-3)

Ayat ini menegaskan bahwa musuh akan hancur, kebatilan akan sirna, jika umat Islam sudah berani berkorban atas segala yang dimilikinya. jika umat Islam masih sayang dengan apa yang dimilikinya, masih lebih mementingkan membuat rumah yang besar dan mewah daripada membuat sekolah, perpustakaan, madrasah maka musuh umat Islam tidak pernah dapat dikalahkan ileh umat Islam. Ini sebagai pendidikan kepada kita bahwa suatu kebenaran harus diperjuangkan memerlukan kepada pengorbanan. Jika engkau belum berani berkorban, maka musuhmu tidak akan pernah kalah.

Sewaktu hijrah Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya sebanyak 5000 dirham untuk dipergunakan dalam perjuangan bersama Rasulullah. Utsman bin Affan berani berkorban 1000 dinar untuk suatu perang, juga memberikan 1000 ekor binatang tunggangan dan 50 kuda untuk perang Tabuk, dan dalam perang yang lain Utsman menyumbang sebanyak 950 ekor unta dan 30 ekor kuda. Abdurrahman bin Auf pernah berkorban sebanyak 4000 dirham, 500 kuda, dan 1500 unta untuk suatu peperangan.

Sikap berkorban inilah yang menjadikan umat Islam selalu mencapai kemenangan di masa Rasulullah dan sahabat. Demikian juga sikap pengorbanan dari umat Islam yang begitu hebat dengan membangun rumah sakit wakaf, perpustakaan wakaf, universitas wakaf, pusat riset wakaf, rumah anak yatim wakaf, jalan-jalan wakaf, dana beasiswa untuk mahasiswa, penulis, ulama, dan segala keperluan pendidikan dan riset yang begitu besar sehingga pada masa lalu umat Islam mencapai masa keemasan dalam budaya, teknologi, ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan seperti di Baghdad dan Andalusia.

Keislaman Abu Bakar merupakan kekuatan perjalanan Islam selanjutnya sebab beliau adalah sahabat yang paling banyak membantu perjuangan Islam, baik dari pikiran, tindakan, harta kekayaan sampai kepada pengorbanan jiwa. Pada waktu umat Islam ditindas, sebagaimana kisah Bilal bin Rabbah yang dianiaya dan dijemur di tengah terik matahari oleh Umayah, maka Abu Bakar segera datang menjumpai Umayyah : “Umayyah, jangan kau siksa dia, dan aku akan membelinya.”

Umayah dengan sombongnya berkata : “Berapa engkau sanggup bayar?”.

Abu Bakar berkata : “aku akan membelinya berapa saja yang kamu pinta.”

Umayah kemudian berunding dengan Abu Jahal dan berkata :”setengah kilogram uang emas.”.

Tanpa menawar lagi Abu bakar segera membayar tebusan tersebut. Segera dia mendapatkan Bilal dan menyingkirkan batu bersama beberapa orang kemudian membawa pulang ke rumah Muhammad dan memerdekakannya.

Setiap mendengar kaum muslimin yang disiksa oleh tuannya, maka Abu Bakar segera menjumpai tuan hamba sahaya yang mukmin itu dan segera menebusnya dengan beberapa saja dan segera membebaskan mereka. Begitulah kesiapan pengorbanan Abu Bakar selama di Makkah, membela dan membantu orang Islam dari penderitaan dan tekanan hidup.

Sewaktu kaum muslimin diboikot di Bani Saqifah, Abu Bakar juga telah menghabiskan harta kekayaannya untuk membantu kaum muslimin yang kelaparan. Sewaktu berhijrah menemani Nabi Muahammad ke Madinah, Abu Bakar juga membawa persiapan uang sebanyak 6000 dinar untuk membantu perjuangan Nabi. Malahan beliau sangat gembira sebab terpilih sebagai orang yang ikut bersama Nabi, dan beliau sudah siap membela dari segala rintangan musuh. Setelah sampai di Madinah, beliau adalah sahabat yang paling banyak membantu secara materi dalam peperangan, disamping juga maju di garis depan dalam medan pertempuran.

Pernah dalam suatu pertempuran, Abu Bakar mendermakan uangnya sebanyak 40.000 dinar secara terang-terangan dan 40.000 dinar lagi secara sembunyi-sembunyi, sehingga beliau tidak memiliki apa-apa dirumahnya, sebab semua hartanya telah diberikannya untuk membantu perjuangan Islam.

Dengan pengorbanan para ssahabat itulah maka umat Islam pada zaman Rasulullah mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Demikian juga di waktu kejayaan Islam di Andalusia, dan Baghdad zaman Abasiyah, umat Islam dapat mencapai kemenangan sebab mereka memberikan pengorbanan harta untuk keilmuan dan riset, perpustakaan dan universitas daripada bangsa yang lain. Jika sekarang umat Islam ingin mengembalikan kegemilangan dan kejayaan, maka syarat utama perhatian, kecintaan dan pengorbanan umat Islam harus lebih dari bangsa lain.

Dalam Al Quran ada tiga bentuk infaq atau sumbangan pengorbanan. Pertama, adalah sumbangan untuk membantu mereka yang memerlukan seperti faqir miskin, anak yatim dan lain sebagainya. Kedua, adalah pengorbanan untuk jihad dan teknologi persenjataan. Ketiga, adalah pengorbanan untuk perjuangan menjadi pemimpin dan penguasa, khalifah dimuka bumi.

Sayang selama ini kita jangankan pengorbanan untuk khalifah, dan jihad, untuk ekonomi umat saja masih kalah dengan umat lain, bagaimana mungkin kita dapat mencapai kemenangan…? Apalagi dalam membangun teknologi persenjataan dan infrastruktur kekhalifahan.

Negara-negara barat menguasai sains dan teknologi hari ini, sebab kecintaan dan pengorbanan mereka terhadap sains dan teknologi melebihi bangsa yang lain. Lihat saja perbandingannya, Negara Islam memiliki 230 saintis bagi setiap satu juta orang, Amerika memiliki 5000 saintis persatu juta orang. 57 negara Islam anggota OKI hanya memiliki 5000 universitas, sedangkan Amerika memiliki 5758 universitas. Malahan menurut riset tahun 2008, tidak ada satupun universitas negeri Islam yang masuk dalam 500 terbaik dunia.

Padahal sunatullah menyatakan siapa yang lebih cinta dan banyak memberikan pengorbanan kepada sesuatu maka dia akan mendapatkannya. Jika para sahabat telah memberikan pengorbanan untuk kemenangan Islam, jika orang kaya Andalusia memberikan pengorbanan untuk kekhalifahan ilmu pengetahuan, apakah pengorbanan kita untuk umat Islam hari ini…?

Fa’tabiru ya Ulil Albab

Sumber : M. ARIFIN ISMAIL.MA.M.Phil

facebook Tags: Share on Facebook

Jumat, 18 September 2009

Mengeluarkan Zakat Fitrah Dalam Bentuk Uang

 

Masih banyak pertanyaan yang masuk ke meja redaksi seputar bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang senilai beras 2,5kg? Bahkan di sebagian masyarakat kita hal itu masih menjadi polemik antara boleh dan tidak.
Ibnu Mundzir dalam ensiklopedia Ijma' mengatakan para ulama konsensus bahwa zakat fitrah sah dengan membayar gandum atau kurma seberat 1 sha' (2,5 kg).
Dalam hadist riwayat Ibnu Umar r.a. Rasulullah s.a.w. memerintahkan zakat fitrah sebanyak 1 shah' kurma atau gandum kepada orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, orang tua dan anak-anak dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar zakat tersebut dibayarkan sebelum kaum muslimin menjalankan sholat ied. (H.R. Bukhari).
Hadist tersebut diriwayatkan dalam versi lain dengan tambahan "Cukupilah kebutuhan mereka sehingga mereka tidak meminta-minta di hari idul fitri". Tambahan ini diriwayatkan oleh Dar Quthni, Baihaqi, Hakim dan Ibnu Addi. Menurut Ibnu Hajar semua riwayat tersebut lemah.
Dari beberapa hadist tentang zakat fitrah yang ada, para ulama sepakat mengatakan sah hukumnya mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok seperti gandum atau beras atau bahan makanan lainnya.
Bolehkah mengeluarkan zakt fitrah dalam bentuk mata uang senilai satu sha' bahan makanan?
Terjadi perbedaan pendapat di sini. Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad mengatakan zakat fitrah hanya boleh dibayar dalam bentuk bahan makanan pokok masyarakat setempat. Mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk mata uang tidak sah, kecuali dengan mekanisme mewakilkan untuk membeli bahan makanan. Jadi pada saat memberikan uang kepada amil, tujuannya adalah mewakilkam kepada amil untuk membeli bahan makanan lalu disalurkan kepada mustahiq.
Alasan pendapat ini adalah hadist di atas yang menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan mengeluarkan zakat dalam bentuk bahan makanan.
Imam Hanafi berpendapat mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang senilai bahan makanan hukumnya sah. Abu Ja'far, salah seorang ulama Hanafi bahkan mengatakan membayar zakat fitrah dalam bentuk mata uang lebih utama daripada dalam bentuk bahan makanan, alasannya karena itu lebih dibutuhkan kaum fakir miskin dalam banyak kasus. Pendapat kedua ini menggunakan dalil riwayat tambahan di atas bahwa tujuan zakat fitrah adalah agar kaum fakir miskin tidak meminta-minta di hari idul fitri, itu dapat diwujudkan dengan membayar zakat dalam bentuk uang juga.
Sebagian ulama mengatakan dalam kondisi sangat dibutuhkan atau darurat, mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang diperbolehkan.
Para ulama yang mendukung pendapat imam Hanafi ini adalah Umar bin Abdul Aziz, Tsauri, Hasan Basri. Ibnu Taimiah dan Ibnu Qayyim dari ulama Hanbali juga mendukung pendapat ini.

 

Sumber : http://www.pesantrenvirtual. com

facebook Tags: Share on Facebook

Sabtu, 12 September 2009

Piala Ramadhan

 

“Sesungguhnya Kami turunkan Al Qur’an dimalam Lailatul Qadr.” (Q.S. Al Qadr : 1)

Jika sesorang sedang mengikuti sebuah pertandingan, maka dia akan selalu ingat kalau menang nanti pasti akan mendapat piala, sebagai bukti prestasi. Piala yang diraihnya merupakan bukti keunggulan prestasi dan kududukan dari peserta lomba.

Demikian pula dengan puasa Ramadhan, di akhir pertandingan, peserta Ramadhan akan mendapatkan piala sebagai bukti prestasi puasa yang dilakukannya. Oleh sebab itu, setiap mendengar bulan Ramadhan, pasti dalam pikiran kita teringat sebuah piala yang diperebutkan yaitu sebuah malam yang istimewa dikenal dengan malam Lailatul Qadar. Sebuah malam yang sangat istimewa, malam kemuliaan, malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam yang penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar, malam dimana turun malaikat dengan izin dari-Nya, dan juga merupakan malam diturunkannya kitab suci Al Qur’anul Karim dari Lauh Mahfudz di langit ketujuh kepada Baitul Izza di langit pertama. Untuk mengekalkan kemuliaan malam tersebut, Allah Ta’ala menerangkan tentang malam tersebut dalam kitab suci Al Qur’an :

”Sesungguhnya telah Kami turunkan Al Qur’an pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah itu malam Lailatul Qadar...? Itulah malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Pada malam itu malaikat turun dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan. Pada malam itu adalah malam yang penuh dengan kesejahteraan sampai kepada terbit fajar.” (Q.S. Al Qadar : 1-5)

Dalam ayat lain juga disebutkan :

”Ha...Mim, dan Kitab yang nyata. Sesungguhnya kami turunkan Al Qur’an pada malam yang penuh keberkatan.” (Q.S. Al Dukhan :1-3)

Ibnu Kastir dalam tafsirnya menyatakan bahwa kitab yang diturunkan itu adalah kitab suci Al Qur’an yang diturunkan pada malam Lailatul Qadar dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izza di langit yang pertama.”

Dari petikan ayat tersebut dapat kita lihat bahwa malam Lailatul Qadar itu adalah suatu malam yang di dalamnya diturunkan kitab suci Al Qur’an secara keseluruhan. Kejadian ini terjadi hanya sekali, dan malam Lailatul Qadar yang terjadi setiap Ramadhan adalah merupakan hari peringatan yang memiliki keistimewaan luar biasa.

Malam Lailatul Qadar juga merupakan suatu malam di dalam-malam Ramadhan yang mempunyai keistimewaan sampai terbit fajar, dan nilainy alebih baik daripada seribu bulan.

Rasulullah bersabda :

”Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan dalam 10 malam terakhir. Malam dua puluh satu, duapuluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan dan malam yang terakhir.” (Hadist riwayat Ahmad).

Malam Lailatul Qadar itu mempunyai banyak keistimewaan yaitu :

  1. Malam diturunkannya kitab suci Al Qur’anul Karim.
  2. Malam yang lebih baik daripada seribu bulan, sehingga menurut pendapat ulama nilai ibadah pada malam itu lebih baik dari pada seribu bulan.
  3. Pada malam itu malaikat Jibril turun untuk mengatur segala urusan.
  4. Malam yang pernuh kesejahteraan sampai terbit fajar.

Karena keistimewaan yang begitu hebat, maka setiap muslim diberi Allah kesempatan untuk berebut peluang menjadi milioner pahala, dengan berjagajaga pada sepuluh malam akhir bulan Ramadhan. Malam itu dapat diisi dengan amal ibadah kepada Allah baik itu shalat, membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdo’a. Berdzikir dengan makna melihat diri kita di masa lalu, dan melihat sejauh mana kita telah melaksanakan perintah Allah, mengadakan muhasabah, kemudian berdo’a, dalam arti merancang diri untuk kehidupan tahun depan.

Oleh sebab itu Lailatul Qadar juga disebut dengan malam merancang masa depan, malam kita mengajukan proposal hidup kepada Tuhan, dan malam keputusan Tuhan atas do’a dan proposal kita. Jika do’a dan proposal kita ajukan diterima dengna baik, dan Tuhan menyetujuinya maka hidup kita akan lebih baik seperti nilai hidup seribu bulan. Oleh sebab itu Lailatul Qadar secara bahasa bermakna ”Malam Keputusan” sebab di malam itu Tuhan memutuskan segala perkara untuk tahun yang akan datang sebagaimana makna ayat :

”malam itu malaikat turun untuk mengatur segala urusan dengan izin Allah.” (Q.S. Al Qadar : 4)

Siti Aisyah pernah bertanya kepada nabi tentang do’a apa yang baik dibaca pada malam tersebut :

”wahai Rasulullah bagaimana jika aku mengetahui bahwa malam itu adalah malam Lailatul Qadar...?

Rasulullah SAW menjawab :

Bacalah do’a : Allahumma innaka afuwwunkariimun tuhibul afwa fa’fuanni. Ya Allah sesungguhnya Engkau ini Maha Pemberi Ma’af dan Maha Pemurah, senang untuk memberikan maaf, maka maafkanlah dan ampunkanlah dosa-dosaku.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan disahihkan oleh Tirmidzi).

Selain berdo’a, kita boleh mengisi malam Lailatul Qadar dengan ibadah lain, baik itu shalat-shalat sunat seperti shalat tahajjud, shalat tasbih, shalat hajat, dan juga dengan berdzikir membaca istighfar, astaghfirullahal adzim... memohon ampun atas segala dosa, membaca tasbih, subhanallah..., membaca tahmid, alhamdulillah..., dan lain sebagainya. Juga boleh diisi dengan membaca Al Qur’an secara tilawah, atau membaca Al Qur’an dengan taddabur yaitu membaca ayat dengan arti dan makna yang terkandung di dalamnya. Paling tidak kita melakukan I’tikaf, mengadakan muhasabah diri.

Hal yang sangat penting adalah jangan sampai malam Lailatul Qadar lewat didepan kita tanpa kita melakukan apa-apa, ini sama dengan seseorang yang mendapat peluang menjadi milioner, tetapi dia tidak mau mngambil hadiah tersebut, maka orang ini adalah orang yang sangat rugi.

Agar malam Lailatul Qadar itu tidak terlewat begiru saja, maka sudah sepatutnya kita berjaga-jaga sejak dari malam 21 sampai akhir Ramadhan. Rasulullah sendiri selalu berjaga-jaga dalam sepuluh malam terakhir Ramadhan. Dalam sebuah hadist juga disebutkan :”Ketika telah masuk malam 10 Ramadhan terakhir, maka nabi Muhammad SAW menghidupkan malam tersebut dengan membangunkan keluarganya serta mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

”Rasulullah membangunkan keluarganya dan menyisingkan sarungnya.” (HR. Tarmidzi dan Ali bin Abi Thalib).

Yang dimaksud dengan menyisingkan sarungnya adalah Rasulullah SAW selama 10 malam terakhir tersebut sibuk beribadah, sehinggan beliau tidak menggauli isterinya, walau malam hari. Berarti selama sepuluh malam tersebut, baik nabi maupun isterinya semua sibuk beribadah kepada Allah.

Dari keterangna diatas dapat juga kita ambil pelajaran bahwa pada sepuluh malam terakhir, baik itu suami, isteri, anak-anak, sepatutnya disibukkan dengan ibadah seperti shalat, zikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya. Jangan sampai terjadi seperti budaya sekarang ini, dimana pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, apalagi malam-malam akhir Ramadhan, suami isteri dan anak-anak bukan diajak beribadah, tetapi diajak shooping untuk membeli keperluan hari raya. Lailatul Qadar telah datang menjelang, siapa yang cepat dan taqwa, dia yang akan dapat...

Mari berpacu merebut piala Lailatul Qadar, yang bernilai lebih baik dari pada seribu bulan. Sekaligus mendapatkan surat keputusan hidup untuk satu tahun mendatang, sehingga hidup kita lebih baik dan belum tentu kesempatan ini kita dapatkan di tahun mendatang karena kita tidak tahu apakah nanti kita sampai di Ramadhan yang akan datang.

Fastabiqul Khairaat...

Oleh : M. Arifin Ismail MA.M.Phil.

facebook Tags: Share on Facebook

Selasa, 08 September 2009

Antara Iman dan Malu

 

“Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman” (HR.Bukhari Muslim)

Agama Islam adalah agama yang mengatur seluruh sistem kehidupan, baik itu berkaitan dengan keyakinan, penyembahan dan ibadah ritual, dan adab serta akhlak kemanusiaan. Malahan adab dan akhlak merupakan inti daripada keimanan dan sikap keagamaan. Dalam Al Quran surah Al-Ahzab menghubungkan keimanan seseorang dengan adab malu sebagaimana ddinyatakan dalam ayat tersebut yang artinya :

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan... Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah”.

Dalam ayat ini iman dihubungkan dengan adab memasuki rumah dengan meminta izin, dan juga dengan menjaga perasaan Rasulullah dalam menghadapi tamu yang datang ke rumah beliau. Rasulullah sebagai manusia sempurna memiliki perasaan malu yang sangat hebat, sehingga beliau tidak dapat menegur tamu yang terus mengobrol sehingga Allah memberikan teguran dengan turunnya ayat diatas.

Rasulullah sangat mementingkan agar umatnya memiliki rasa malu dalam berbuat yang tidak baik, sehingga menurut Ibnu Umar r.a. bahwa suatu hari Rasulullah berjalan dengan seorang anshar dan memberikan nasehat kepada saudaranya tentang malu. Nabi bersabda :

”Sesungguhnya malu itu sebagian daripada iman” (hadist riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tarmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).

Sikap malu kepada sesuatu yang tidak baik merupakan kunci kebaikan dalam masyarakat sehingga menurut hadist dari Umar ibn Husain r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Malu itu tidak akan mendatangkan kecuali dengan kebaikan” (HR. Bukhari dan Muslim), dan dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim disebutkan bahwa ”malu itu adalah kebaikan seluruhnya”.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Iman itu lebih dari 70 atau lebih daripada 60 bagian, maka bagian yang paling afdhal adalah ucapan Tiada Tuhan Selain Allah, dan bagian yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang membahayakan dari jalan, dan malu itu bagian daripada iman”. (HR Bukhari Muslim, Abu Daud, Tarmidzi, Nasai, Ibnu Majah).

Dari hadist ini dilihat bahwa jika seseorang tidak ada sikap peduli dengan sesuatu yang membahayakan jalan dihadapannya, sama dengan orang yang tidak memiliki rasa keprihatinan dan rasa malu, padahal malu itu bagian dari iman.

Dalam hadist yang lain disebutkan bahwa malu itu dapat membawa orang kepada surga, dan siapa yang tidak malu akan memiliki sikap yang keras dan kasar sebagaimana dinyatakan dalam hadist dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”Malu itu sebagian daripada iman dan iman itu di dalam surga, dan kasar itu adalah kekeringan dan kekeringan itu di dalam neraka.” (riwayat Ahmad).

Hadist yang lain dari Abi Umamah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Malu dan sedikit berbicara itu adalah bagian daripada iman, dan berkata kasar dan berkata banyak adalah bagian dari sifat munafik.” (HR. Tarmidzi).

Thabrani juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Malu dan berkata sedikit itu dari iman dan keduanya itu mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan diri dari neraka sedangkan kekasaran dan keganasan itu dari syetan dan keduanya itu mendekatkan diri dari neraka dan menjauhkan diri dari surga.

Dari Qurah bun Ilyas r.a. berkata bahwa kami bersama Nabi, ada yang mengingatkan tentang rasa malu, mereka berkata : Ya Rasulullah maul itu daripada agama maka Rasulullah SAW bersabda : Bahkan malu itu adalah agama seluruhnya, kemudian Rasulullah melanjutkan : Sesungguhnya malu, wara, sedikit bicara, adalah daripada iman dan itu semua akan menambahkan kehidupan akhirat dan mengurangkan kehidupan dunia dan yang ditambahkan kepada akhirat itu lebih banyak daripada yang mengurangkan di dunia. Dan pelit, lemah, dan kasar bagian dari sifat munafik dan itu menambah dunia dan mengurangkan akhirat dan apa yang dikurangkan di dunia lebih daripada apa yang ditambahkan di akhirat. (hadist riwayat Thabrani).

Rasulullah juga menyatakan bahwa sifat malu merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh seseorang yang saleh, sebagaimana dinyatakan hadist dari Aisyah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Wahai Aisyah jika seandainya malu itu merupakan seorang lelaki maka dia itu lelaki yang saleh, dan jika kasar itu seorang lelaki, maka dia itu lelaki yang buruk akhlak.” (riwayat Thabrani).

Sikap malu dari perbuatan buruk dan keji juga merupakan inti dari ajaran agama Islam, dan akhlak utama dalam Islam sebagaimana dinyatakan oleh hadist dai Zaid bin Talhah bin Rukanah yang menceritakan Rasulullah bersabda :

”Sesungguhnya setiap agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah Malu”. (HR. Malik dan Ibnu Majah).

Tidak mempunyai sikap malu akan membuat sesorang bersikap sesuka hati, seenaknya, dengan cara terang-terangan dan kasar, sebagaimana dinyatakan dalam hadist dari Anas r.a. berkata bahwa Rasulullah bersabda :

”Tidak adalah kekasaran pada sesuatu melainkan akan merusaknya, dan tidak ada malu pada sesuatu melainkan akan menghiasinya”. (HR Ibnu Majah dan Tarmidzi)

Begitu eratnya malu dengan keimanan seseorang sehingga jika seseorang itu tidak memiliki malu maka hilanglah imannya sebagaimana dalam hadist dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda : Malu dan iman itu adalah saling berkaitan, apabila satu diangkat maka akan terangkatlah yang lain. (riwayat hakim)

Malu dalam Islam bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dinyatakan dalam hadist Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Malulah kamu dengan Allah dengan seber-benarnya malu”.

Sahabat bertanya : wahai Nabi Allah, Alhamdulillah kami telah bersikap malu.

Rasul Menjawab : Bukan demikian, tetapi malu dengan Allah itu adalah engkau menjaga kepalamu dan apa yang ada di dalam kepala, dan menjaga perutmu dan apa yang ada di dalam hawa nafsu, dan engkau mengingat mati dan musibah yang menimpamu, maka siapa yang melakukan hal demikian, maka dia telah malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. (riwayat Tirmidzi).

Oleh sebab itu jika rasa malu sudah tidak dimiliki seseorang, berarti Allah telah mencabut keimanan dalam hatinya, sebagaimana dinyatakan oleh hadist dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”Sesungguhnya Allah Ta’ala apabila hendak menghancurkan seorang hamba maka Dia mencabut rasa malu, dan apabila malu telah dicabut, maka dia akan dibenci orang, dan apabila dia dibenci maka akan dicabut darinya sifat amanah, dan apabila amanah telah dicabut, maka engkau akan berkhianat, dan apabila dicabut rasa kasih sayang, maka engkau akan melihatnya menjadi orang yang terkutuk, dan apabila engkau telah melihatnya terkutuk, maka lepaslah tali Islam dari pegangannya.” (Hadist riwayat Ibnu Majah)

Semoga tulisan diatas dapat melihat sejauh mana rasa malu masih ada dalam masyarakat, karena selama ini banyak pemimpin yang tidak malu membohongi rakyatnya, banyak orang yang tidak malu bermaksiat, banyak pegawai yang tidak malu korupsi dan lain sebagainya, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada rasa malu lagi maka penyebab segala krisis yang terjadi selama ini.

Fa’tabiru Ya Ulil Albab.

Sumber : M. Arifin Ismail MA.M.Phil

facebook Tags: Share on Facebook

Selasa, 01 September 2009

Shiddiq dan Iman

 

Oleh M. Arifin Ismail. MA.M.Phil

“(orang bertaqwa) adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib” (QS : Al Baqarah)

Iman Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Setelah berlalu malam hari dimana aku melakukan perjalanan Isra’, dan aku kembali ke Mekkah, aku merasa perkara ini sangant berat dan aku tahu masyarakat akan mendustakanku”.

Maka Abu Jahal datang bertanya disisiku : Hai Muhammad, apa ada berita baru?

Nabi menjawab : Benar

Abu Jahal bertanya : Apa itu?

Nabi menjawab : Aku telah dibawa berjalan oleh Tuhanku malam tadi.

Abu Jahal bertanya : kemana?

Nabi menjawab : ke Baitul Maqdis

Abu Jahal berkata lagi : Dan sekarang pagi-pagi ini engkau sudah sampai ke hadapan kami lagi?

Nabi menjawab : Benar

Abu Jahal berkata : Bagaimana jika aku panggil orang ramai, apakah engakau akan menceritakan kepada mereka sebagaimana engkau ceritakan kepadaku...?

Nabi menjawab : Boleh.

Abu Jahal segera pergi memanggil orang ramai : Wahai kaum Bani Luai (Quraisy?, berkumpul di hadapan Nabi. Abu Jahal berkata : Hai Muhammad, katakanlah kepadaku sebagaiman yang engkau katakan kepadaku tadi?

Nabi berkata : Aku telah dibawa Tuhanku berjalan tadi malam.

Orang ramai berkata : Kemana..?

Nabi berkata : ke Baitul Maqdis.

Orang ramai bertanya lagi : Dan sekarang engkau ada bersama disini....?

Muhammad berkata : Benar

Orang ramai berkata : bisakah engkau gambarkan kepada kami tentang Baitul Maqdis?

Nabi kemudian menceritakan tentang Baitul Maqdis, dimana secara tiba-tiba Allah nampakkan Baitul Maqdis dihadapan nabi sehingga beliau dapat menceritakan tentang Baitul Maqdis secara jelas.

Orang ramai berkata : semua yang diceritakan itu benar. Sebagian mereka mendatangi tempat Abubakar dan berata kepadanya : Wahai Abu Bakar, kawanmu menceritakan bahwa dia telah berjalan pada malam hari ke Baitul Maqdis dan sekarang dia telah kembali lagi kesini.

Abu Bakar bertanya : Apakah kamu mendustakannya..?

Orang ramai berkata : Sekarang dia ada di Masjidil Haram memberitakan hal itu kepada orang ramai.

Abu Bakar menjawab : Demi Allah, sekiranya dia berkata demikian, maka benarlah apa yang disampaikannya. Mengapa kamu terkejut denga apa yang diberitakannya? Demi Allah, selama ini dia telah memberitakan wahyu yang turun dari langit dan aku terus membenarkannya. Ini lebih menakjubkan daripada berita perjalanan ke Baitul Maqdis.

Abu Bakar segera ke masjid menjumpai nabi Muhammad dan bertanya kepada beliau : wahai Muhammad, apakah kamu memberitakan bahwa kamu berjalan ke Masjidil Aqsa di malam hari..?

Nabi menjawab : benar

Abu Bakar berkata : Ceritakannlah tentang Baitul Maqdis itu, sebab aku telah  pernah melihatnya.

Rasulullah SAW segera menceritakan kembali gambaran Baitul Maqdis, dan setiap selesai satu gambaran cerita, maka Abu Bakar berkata : benar engkau wahai Muhammad, sehingga nabi Muhammad selesai menceritakan seluruhnya.

Akhirnya nabi Muhammad berkata : Dan engkau wahai Abu Bakar adalah as Shiddiq. Orang yang membenarkan. Sejak itulah nama Abu Bakar menjadi Abu Bakar as Shiddiq.

Dari sikap Abu Bakar diatas dapat dilihat bahwa sikap seorang muslim adalah percaya sepenuhnya dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah, terutama kepada hal-hal yang bersifat ghaib. Oleh sebab ujian keimanan seseorang itu adalah ”percaya dan iman kepada yang ghaib”, sebagaimana dinyatakan dalam awal surat al Baqarah : ”Inilah kitab (Al Quran) tidak ada keraguan di dalamnya, dan dapat menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang percaya kepada yang ghaib dan mendirikan sholat, dan memberikan sebagian rezekinya kepada orang lain”.

Dalam ayat ini sikap agama yang pertama adalah kepercayaan kepada yang ghaib, kepada sesuatu yang tidak nampak oleh panca indra. Iman kepada Allah sebagai Tuhan pencipta alam., iman kepada hari akhirat, iman kepada adanya surga dan neraka, itu semua merupakan perkara yang ghaib.

Seorang muslim wajib percaya bahwa semua yang diceritakan tentang keadaan mendatang seperti kematian, kehidupan setelah kematian (alam Barzah), siksa kubur bagi mereka yag berdosa, kenikmatan kubur bagi orang yang beriman, itu semua pasti akan terjadi, walau tidak dapat disaksikan oleh mata manusia.

Sains hanya membuktikan bahwa alam ini akan hancur baik dengan teori BigBang. Teori BigBang mengatakan bahwa alam ini awalnya adalah satu, kemudian terjadi dentuman yang dahsyat sehingga terjadilah bintan-bintang dan planet dengna kehidupan masing-masing. Planet dan bintang tersebut terus berotasi dengan wawasan masing-masing, tetapi secara eseluruhan semua bintang dan planet itu terus berkembang seperti mengembangnya balon yang sedang ditiup, sehingga nanti pada suatu saat karena begitu lebarnya perkembangan ala yang berisi bintang dan planet, melemahkan gaya gravitasi bumi, dan menyebabkan sesama planet akan saling berbenturan sehinggan hancurlah sistem jagad raya ini.

Teori BigBang ini sebenarnya telah dinyatakan dalam Al Quran :

Dan apakah orang-orang kafir itu tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”. (QS. Al Anbiya : 30)

”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar pada garis edarnya masing-masing ”. (QS. Al Anbiya : 33)

”Maka pada hari itu terjadi kiamat dan langit terbelah, maka langitpun pada hari itu menjadi lemah.” (QS. Alhaqqah : 16)

”Apabila terbelah langit, dia (terbelahnya langit itu) karena patuh kepada Tuhannya. Dan apabila bumi diratakan dan melemparkan apa yang ada di dalamnya sehingga perut bumi menjadi kosong, sebab ia patuh kepada Tuhannya.” (QS. Insyiqaq : 1-5)

Tetapi sains tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi setelah kiamat. Setelah kehancuran bumi, sebagaimana sains tidak dapat mengetahui apa yang terjadi setelah kematian, dan bagaimana kehidupan di alam barzah sampai kiamat. Ini semuanya adalah berita ghaib tentang kehidupan yang akan datang dan hanya dapat diketahui dengan nash Al Quran dan hadist yang disampaikan Rasulullah SAW.

Sains tidak dapat mengetahui bagaimana manusia akan dibangkitkan dari kuburannya, kemudian berdiri menghadap Tuhan di padang mahsyar. Berita ini semua hanya dapat kita ketahui daripada wahyu ynag disampaikan oleh utusan Tuhan.

Kejadian di alam Barzah, dimana roh dan jasad alam Barzah akan mendapat siksa atau nikmat kubur tidak dapat diketahui oleh sains, tetapi dapat diyakini dan diketahui hanya dengan wahyu Al Quran atau hadist. Hal ini tidak dapat juga digambarkan dengan khayalan atau reka-reka, seperti dalam salah satu pelatihan motivasi ditayangkan gambaran mayat yang menggelepar di alam kubur. Bagaimana dia mengetahui mayat itu akan menggelepar di alam kubur, mana hadist dan ayatnya, sebab alam kubur adalah alam ghaib yang tidak bisa direka-reka, sebab semua cerita alam kubur hanya dapat diketahui dengan wahyu berdasarkan nash Al Quran dan hadist. Tidak ada ruang ijtihad bagi alam ghaib, sebab alam ghaib dalam akidah disebut dengan sam’iyat yaitu sesuatu yang hanya diketahui dengan mendengar dari wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.

Oleh sebab itu keyakinan muslim terhadap apa yang disampaikan Nabi tentang alam ghaib, tentang Allah SWT, tentang hari kiamat, tentang azab neraka, tentang nikmat surga, itu semuanya harus diyakini sama seperti seseorang itu meyakini sesuatu yang nampak di hadapan mereka.

Keyakinan atas kebenaran sesuatu yang ghaib inilah merupakan ujian keimanan seorang muslim. Percaya sepenuhnya dengan apa yang disampaikan tentang alam ghaib, tanpa direka-reka, merupakan bagian daripada akidah Islamiyah. Itulah sebabnya surah Al Baqarah menyatakan bahwa orang yang bertaqwa adalah mereka yang percaya kepada yang ghaib. Tetapi kepercayaan kepada yang ghaib tersebut harus berdasarkan kepada wahyu yang disampaikan dari Allah SWT kepada RasulNya bukan berdasarkan ilusi, khayalan atau mimpi, sebab tidak ada yang mengetahui yang ghaib kecuali hanya Allah SWT pencipta alam semesta, apalagi yang direka-reka oleh teknologi multi media.

Fa’tabiru ya Ulil Albab

facebook Tags: Share on Facebook